Sabtu, 30 Mei 2009

STUDI EVALUASI DAN REFORMULASI KEBIJAKAN PENDIDIKAN DASAR DAN MENENGAH DENGAN MENGGUNAKAN LENSA GENDER

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh informasi tentang berbagai kebijakan
pendidikan yang tidak tanggap gender, di antaranya gambaran tentang profil pendidikan
sekolah berdasarkan gender, permasalahan gender dan faktor yang mempengaruhinya di bidang pendidikan sekolah dasar dan menengah, dan rumusan barn tentang perangkat
kebijakan dan program pendidikan sekolah yang tanggap gender. Metode penelitian yang
digunakan adalah penelitian deskriptif yang menekankan pada metode survey. Data yang
digunakan dalam penelitian ini adalah data statistik pendidikan, rencana strategis Kota Bandar
Lampung, rencana strategis Dinas Pendidikan Kota Bandar Lampung, dan kebijakan
operasional serta program/kegiatan dinas pendidikan sekolah di Kota Bandar Lampung.
Penelitian dilakukan di Kota Bandar Lampung. Data dikumpulkan menggunakan teknik
dokumentasi dan wawancara. Data kuantitatif yang terkumpul diolah dengan menggunakan
tabel tunggal dan silang. Hasil penyajian data akan dianalisis secara deskriptif dengan teknik
GAP dan POP. Temuan penelitian, didapat ragam masalah pada jenjang pendidikan SD dan
SLIP, yaitu kerusakan gedung SD, kekurangan buku, kurang lengkapnya alat peraga untuk
menunjang praktek belajar mengajar, mutu tenaga pengajar, tingginya angka putus sekolah
dan keberlanjutan ke tingkat yang lebih tinggi karena kurang mampu dalam mengatasi biaya
sekolah atau karena alasan ekonomi, dan kekurangan tenaga guru pada daerah-daerah
terpencil. Aspek gender belum menjadi perspektif dalam merumuskan masalah dan menyusun
program pembangunan pendidikan. Masalah mutu tenaga pengajar belum dilihat dan aspek
gender seperti bagaimana kondisi mutu tenaga pengajar laki-laki dan perempuan, serta
kesulitan – kesulitan yang dihadapi tenaga pengajar terutama perempuan dalam peningkatan
kualitasnya. Hambatan-hambatan gender yang menjadi kendala bagi perempuan dalam upaya
peningkatan kualitas mengajar seperti lokasi Diklat yang jauh dan tempat tinggal sementara
perempuan sulit untuk meninggalkan rumah tangga, hambatan bagi perempuan untuk
mengajar di sekolah yang sangat jauh dan lokasi tempat tinggal, belum dijadikan sebagai
dasar perencanaan program. Angka putus sekolah memang sudah menjadi masalah yang
diprioritaskan untuk segera diatasi. Meskipun demikian pertimbangan gender dalam putus
sekolah belum dijadikan sebagai dasar pemecahan masalah. Bahwa angka putus sekolah lebih
banyak dialami oleh perempuan seharusnya diperhatikan didalam pengambilan keputusan.
Berbagai faktor penyebab anak perempuan putus sekolah seharusnya menjadi pertimbangan
dalam pengambilan keputusan. Faktor kekurangan buku memang menjadi masalah apalagi
dalam situasi krisis ekonomi dimana harga buku sangat mahal sementara daya beli
masyarakat rendah. Prioritas pengadaan buku merupakan hal yang sangat penting untuk
segera diimplementasikan. Meskipun demikian, aspek gender seharusnya tidak
dikesampingkan dalam kaitannya dengan ketersediaan buku. Program-program untuk
memecahkan masalah juga tidak responsif gender, seperti untuk Tingkat Sekolah Dasar dan
Lanjutan Pertama, di antaranya melaksanakan bantuan sarana untuk SD dan SLIP swasta
sebanyak 16 paket, memberikan bantuan sarana sekolah kepada 10 SD pilot projek dan 10
SLTP pilot projek yang diikuti kegiatan pelatihan untuk 20 kepala sekolah dan 20 guru pilot
projek, memberikan bantuan rehab SD swasta 10 paket, melaksanakan bantuan alat
pendidikan sebanyak 20 set untuk SD dan 18 set untuk tingkat SLIP, melaksanakan pelatihan
Bahasa Lampung kepada 50 orang tutor dan 367 orang guru Bahasa Lampung, serta
dilaksanakan pula lomba menulis Bahasa Lampung, melakukan penyetaraan program D-II
kepada 5.620 orang guru, meningkatkan kualifikasi dan bimbingan kepada 1.050 guru agama
dan 250 orang guru praktek IPA/IPS/Matematika, memberikan bantuan buku pelajaran pokok
untuk tingkat SD, 12.500 set buku perpustakaan, dan 16.300 set buku bacaan, melakukan
penataran terhadap 240 orang di tingkat SLIP, pengadaan buku sebanyak 65.352 eks.,
pengadaan lembaran kerja siswa sebanyak 57.600 lembar, bantuan operasional kepada 8
sekolah, bantuan alat perlengkapan belajar siswa sebanyak 2.880 set, alat perlengkapan guru
240 set, alat ketrampilan 192 set, melakukan pentaloka desentralisasi pendidikan kepada 50
orang. Semua program/kegiatan claw penyusunannya tidak menggunakan data yang terpilah
gender, dan kalaupun terpilah gender tidak dipergunakan untuk perencanaan dan pelaksanaan
dan evaluasi pendidikan di Propinsi Lampung. Dan hasil penelitian dapat diketahui bahwa
selama ini perencanaan kebijakan, program, kegitan pendidikan belum responsif gender. Hal
dapat dilihat pada kebijakan, program, kegiatan pendidikan yang selama ini telah dilakukan.
Selain itu juga dapat diketahui dari proses perencanaan kebijakan yang tidak responsif gender,
sehingga indikator keberhasilan pendidikan merupakan indikator yang netral gender. Dalam
proses perencanaan data terpilah untuk perencanaan masih sangat terbatas sehingga tidak
cukup mengetahui masalah-masalah gender sebagai bahan untuk menyusun perencanaan yang
responsif gender. Dalam menyusun perencanaan, syarat untuk sebuah kebijakan, program,
kegiatan yang responsif gender hingga saat ini belum dipenuhi. Dengan demikian, dapat
disimpulkan bahwa perencanaan kebijakan, program, kegiatan yang dilakukan oleh dinasdinas
pendidikan tidak responsif gender karena tidak memenuhi persyaratan sebagai berikut:
(1) Perencanaan program didasarkan atas permasalahan dan kebutuhan masyarakat dengan
memperhatikan persamaan hak laki-laki dan perempuan, (2) Masyarakat yang diundang dan
hadir dalam perencanaan program seimbang antara laki-laki dan perempuan, (3) Laki-laki dan
perempuan memiliki peluang yang sama dalam kesempatan dan frekuensi mengajukan usul
dan gagasan dalam proses perencanaan program, (4) Sebagian besar masyarakat terlibat dan
atau mewakili dalam proses pengambilan keputusan tanpa membedakan jenis kelamin, ras,
agama, dan kekayaan, melainkan berdasarkan kemampuan. Hal-hal yang perlu diperhatikan
dari suatu perencanaan, yaitu (1) Manfaat dari kebijakan/program tersebut harus laki-lalci dan
perempuan, dengan pertimbangan bias perempuan yang lebih mendapatkan manfaat kalau
data awal menunjukkan bahwa perempuan sangat tertinggal, (2) Kebijakan/program/kegiatan
yang direncanakan harus dapat melihat adanya kebutuhan yang berbeda antara laki-laid dan
perempuan, (3) Kebijakan/program/kegiatan yang direncanakan harus didasarkan atas suatu
analisa situasi yang memperhatikan kesenjangan gender, (4) Tujuan dan sasaran dari
kebijakan tersebut harus dapat dijabarkan ke dalam strategi program dan proyek yang gender
responsif, (5) Harus ada lembaga yang perlu dikembangkan untuk menjamin agar efektifitas
dan efesiensi implementasi, dan formulasi kebijakan/program berwawasan gender, (6) Harus
ada mekanisme kelembagaan yang diciptakan untuk merespon dan memperhatikan masalahmasalah
gender (misalnya focal point pada tingkat daerah dan tingkat kelompok/unit ), dan
(7) Mekanisme perencanaan harus diciptakan agar dapat mengakomodasi adanya perbedaan
kebutuhan dan perempuan, dan mengatasi kendala–kendala yang dihadapai laki-laki
dan perempuan untuk berpartisipasi secara efektif.